DEFINISI DAN DIMENSI
Menurut Tafarodi dan Swan (2001) yang mendefinisikan self esteem sebagai perilaku menilai dirinya berdasarkan apa yang dapat mereka lakukan dan apa yang dilihat oleh orang lain akan dirinya (kompetensi personal, serta penampilan, karakter dan identitas social)
Dimensi:
Self-competence adalah penilaian individu terhadap dirinya sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk memperoleh hasil yang diinginkannya dengan menggunakan kemampuannya tersebut
Self-liking adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri sebagai objek sosial yang seringkali disederhanakan menjadi orang baik atau tidak baik (good or bad person).penilian ini yang memunculkan rasa berharga diri yang memiliki signifikansi sosial. Penilian ini seringkali didasarkan pada penampilan, karakter, dan identitas sosial.
Faktor yang mempengaruhi
Tinggi atau rendahnya self-esteem atau harga diri terbentuk karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan sosial, sehingga perkembangan harga diri akan dipengaruhi oleh barbagai faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi self-esteem adalah sebagai berikut:
1. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Robins, Trzesnieski, Gosling dan Potter (2002) menunjukan bahwa usia anak-anak (9-12 tahun) memiliki tingkat harga diri yang tertinggi daripada usia lainya; kemudian mengalami penurunan tanjam dari masa anak-anak ke masa remaja (13-17 tahun) dan penurunan berlanjut pada usia mahasiswa (18-22 tahun); kemudian mengalami peningkatan pada masa paska mahasiswa (23-29 tahun) sampai usia 30-40 tahun. Peningkatan berlanjut sampai usia 40-50 tahun, Akhirnya harga diri mengalami penurunan mencolok dari usia 60-80 tahun.
Perubahan self-esteem yang terjadi dikarenakan pada setiap jenjang usia memiliki tugas yang berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi tingkat harga diri individu.
2. Gender
Robins, Trzesniewski, Gosling dan Potter (2002) menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri, laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Perbedaan tingkat harga diri antara laki-laki dan perempuan baru terjadi ketika masa remaja dan terus berlanjut hingga usia lanjut.
Menurut Baron, Branscombe dan Byrne (2008) serta Zukerman, Li dan Hall (2016) terjadinya perbedaan tingkat self-esteem adalah dikarenakan perempuan menduduki status yang lebih rendah dan sering kali menjadi target prasangka, posisi struktur sosial yang memberikan dampak negatif pada harga diri perempuan
Di sini saya memakai teori dari Sarafino dan Smith (2011) yg menjelaskan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, peduli harga diri, atau bantuan yang tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lainnya. Hal ini mengacu pada rasa atau persepsi seseorang bahwa kenyamanan, peduli, dan bantuan tersedia jika diperlukan yang disebut, persepsi dukungan. Persepsi dukungan mengurangi ketakutan akan kegagalan dan antisipasi dari bahaya dikarenakan adanya orang lain yang peduli (Sarason & Sarason, 2009)
Dimensi:
Sarafino dan Smith mebagi dukungan sosial dalam 4 bentuk:
Dukungan emosional (emotional or esteem support), mengacu pada bantuan berbentuk empati, kepudulian dan perhatian terhadap individu. Dukungan ini meliputi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain
Dukungan instrumental/material (tangible or instrumental support)
Mengacu pada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis. Seperti pinjaman atau sumbangan uang dari orang lain.
Dukungan informasi (informational support)
Diberikan dengan cara memberikan informasi baik berupa nasehat, saran, atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
Dukungan kelompok sosial atau persahabatan (companionship support)
Membuat individu merasa memiliki teman senasib sebagai anggota dari kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya.
Glock and Stark (1967) yang mengemukakan bahwa religiusitas sebagai system symbol, system keyakinan, system nilai, dan system perilaku yang terlambangkan yang berpusat pada persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi.
Dimensi menurut Glock and Stark (1967) terbagi menjadi 5 dimensi yaitu:
Keyakinan atau Akidah (ideological)
Adalah tingkatan sejauh mana seseorang berpegang teguh, menerima dan mengakui ajaran dalam agamanya. Dalam dimensi ini berisi pengharapan di mana orang religious berpegang teguh kepada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut
Peribadatan (Ritual)
Pada dimensi ini melihat sejauh mana tingkatan seseorang dalam menuaikan kewajiban ritual dalam agamanya. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dalam menjalankan kewajiban agama, dan hal-hal yang menunjukan komitmen terhadapat agama yang dianutnya.
Pengalaman (Experience)
Adalah perasaan keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan, tenteram saat berdoa, tersentuh mendengar atau membaca ayat-ayat kitab, merasa senang doanya dikabulkan, dan lain-lain.
Pengetahuan Agama (Intelectual)
Dimensi ini melihat seberapa jauh seseorang mengetahui dan memahami ajaran agamanya yang terdiri dari dasar keyakinan, ritual, atau tradisi terutama yang ada dalam kitab suci, hadis, dan lain-lain.
Konsekuensi (consenquential)
Konsekuensi mengenai implikasi ajaran agama mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial. Selain itu, mengacu pada identifikasi komitmen terhadap agama dari keyakinan agama, praktik, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki. Dimensi ini merujuk pada seberapa tingkatan indvidu berperilaku dimotivasi oleh ajaran agamanya, yaitu individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lainnya.
Dalam Penelitian terbaru Huber dan Huber (2012) yang mengembangkan dimensi religiusitas dengan menjelaskan lima dimensi religiusitas antara lain:
Pengalaman Agama (Intelectual)
Merupakan pengalaman individu yang mempunyai beberapa pengetahuan dan mereka bisa menjelaskan pandangannya tentang transeden; agama dan keberagamaan transeden dan kemanusiaan
Keyakinan atau Akidah (Ideology)
Merupakan pengalaman individu yang mempunyai kepercayaan yang menganggap eksistensi dan esensi sebuah realitas transeden dan percaya bahwa ada hubungan antara transeden dan kemanusiaan
Peribadatan atau Praktik secara umum (publik practice)
Merupakan pengalaman individu yang memiliki komunitas agama yang dimanifestasikan dalam partisipasi public pada ritual keagamaan dan aktifitas komunitas keagamaan.
Peribadatan atau praktik secara khusus (private practice)
Merupakan pengalaman individu yang dicurahkan pada sesuatu yang transeden dalam aktifitas dan ritual individu pada tempat yang khusus.
Pengalaman keagamaan
Merupakan pengalaman individu yang mengalami beberapa macam kontak langsung pada realitas yang paling besar secara emosional
Share with your friends: |